3.1.a.7. Demontrasi Kontekstual -Pengambilan Keputusan sebagai pemimpin pembelajaran
Jurnal Monolog
CGP Angkatan 1 Lombok Timur NTB
Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Bapak Ibu Calon Guru Penggerak!
Semoga kita semua senantiasa dalam lindungan Allah Subhanahu Wa Taala.
Pada kesempatan ini saya akan menyampaikan jurnal monolog pada modul 3.1.a.7.Demonstrasi Kontekstual tentang “Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran pada Program Pendidikan Guru Penggerak”.
§ Untuk penerapan ini hal yang akan pertama kali saya lakukan di sekolah tempat saya adalah berkonsultasi dan berkoordinasai dengan kepala sekolah sebagaai pemangku kepentingan tentang program-program dan hal-hal baik yang ada di Program Pendidikan Guru Penggerak ini.
§ Yang kedua adalah saya akan mensosialisasikan apa saja yang akan saya lakukan termasuk bagaimana langkah-langkah dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran baik di kelas maupun di sekolah.
§ Dan yang ketiga adalah saya akan menerapkan bagaimana pengambilan keputusan serta hal-hal baik yang telah kami jalani dalam program pendidikan guru penggerak ini.
Bagaimana Anda nanti akan mentransfer dan menerapkan pengetahuan (transfer knowledge) yang Anda dapatkan di program guru penggerak ini di sekolah/lingkungan asal Anda? Pada Program Pendidikan Guru Penggerak ini banyak hal baru yang saya dapatkan, banyak pengetahuan yang membuka ruang berpikir saya, banyak peristiwa dan momen yang tak terduga saya temui, dan menyadari bahwa setiap orang memiliki potensi terbesar yang menjadi kekuatannya. Pada Program Pendidikan Guru Penggerak ini sayapun mempelajari begitu banyak transformasi pendidikan yang dicanangkan oleh Kementerian dan Kebudayaan dimana diantaranya adalah pembelajaran yang berpusat pada murid, dan bagaimana kita sebagai guru dapat mengakomodasi semua kebutuhan murid kita yang berbeda sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya.
Ada beberapa hal yang saya sampaikan pada jurnal monolog saya kali ini:
Rencana yang saya buat dalam mentransfer dan menerapkan pengetahuan yang telah saya dapatkan di Program Pendidikan Guru penggerak ini yang tentunya di lingkungan sekolah saya adalah:
· Pertama melakukan proses, memberi pemahaman dan konsep baru tentang proses pembelajaran yang berpihak pada murid dan materi lainnya yang berkaitan dengan filosofis Ki Hajar Dewantara kepada rekan sejawat dan komunitas praktisi di sekolah saya. Memotivasi mereka untuk melakukan perubahan-perubahan yang di mulai dari diri masing-masing. Aktif mensosialisasikan semua kegiatan yang sedang saya pelajari dan ikuti pada program pendidikan guru penggerak agar semua guru mengetahui segala informasi dan transformasi pendidikan yang sedang dicanangkan dan digalakkan oleh Kemendikbud. Hal yang paling penting dalam menerapkan semua yang saya peroleh dari Program Pendidikan Guru Penggerak ini adalah menentukan dan mengambil satu keputusan yang berani, tepat dan layak diterima oleh semua guru dan komunitas praktisi di sekolah.
· Yang kedua bagaimana langkah-langkah pengambilan keputusan saya nanti, disini ada 4 langkah yang saya ambil:
Ø Pertama menemukan paradigma yang akan saya gunakan dalam menentukan dilema etika yang menyertai kasus atau masalah dalam keputusan saya nanti agar saya tahu efek timbal balik dari keputusan yang saya ambil tersebut.
Ø Kedua Menetapkan prinsip dilema etika sebagai landasan berpikir saya terhadap proses pengambilan keputusan sebagai bukti alasan saya mengambil keputusan tersebut.
Ø Ketiga saya mengajukan pengujian terhadap keputusan saya agar apa yang menjadi keputusan saya nanti adalah semua keputusan yang berasal dari olah pikir saya untuk menetapkan sebuah kebijakan berdasarkan elemen-elemen berpikir yang rasional dan kontekstual dan tidak terjebak dalam dilema etika publik.
Ø Keempat mulai kapan saya akan menerapkan langkah-langkah pengambilan keputusan saya. Insayaa Allah saya akan memulainya minggu depan hari senin di minggu kedua di bulan april. Akhir siapa yang akan menjadi pendamping saya dan teman diskusi saya dalam menetapkan keputusan saya nanti. Saya akan jadikan pendamping saya pak Tasman untuk teman diskusi saya. Beliau adalah pendamping saya pada program pendidikan guru penggerak. Saya akan mengajak Pak tasman berdiskusi dalam menentukan langkah-langkah dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran yang efektif, tepat dan layak dalam komunitas sekolah maupun lingkungan saya. Terima kasih demikianlah jurnal monolog saya pada demonstrasi kontekstual. Salam dan bahagia .wassalamualaikum warohmatulloho wabarokatuh
Apa langkah-langkah awal yang akan Anda lakukan untuk memulai mengambil keputusan berdasarkan pemimpin pembelajaran?
§ Adalah yang pertama saya akan menerapkaan prinsip pengambilaan keputusaan serta paradigma dilemma dan Sembilan langkah ini paa diri saya sebagai individu, kemudian ketika saya sudah berhasil saya akaan menerapkaan paradigna dilemma etika prinsip serta 9 langkah ini di kelas yang saya mampu ketika saya sebagai pemimpin pembelajaran.
§ Yang ketiga adalaah ketika saya sudah berhasil maka saya akan terapkan dan saya akan sosialisasikan disekolah ,saya akan berbagi praktik baik dengan rekan sejawat dan komunitas praktisi yang ada di sekolah
Mulai kapan Anda akan menerapkan langkah-langkah tersebut, hari ini, esok, minggu depan, hari apa? Catat rencana Anda, sehingga Anda tidak lupa. Penerapan hal ini untuk yang pertama kali adalah saya akan menerapkan mulai dengan hari ini atau sekarang dan untuk di kelas yang saya ampu sebagai pemimpin pembelajaran mungkin sekitar 1 minggu kedepan. Kemudian pada jangka panjang di sekolah saya akan menerpkannya di pada tahun ajaran baru nanti, Siapa yang akan menjadi pendamping Anda, dalam menjalankan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran? Seseorang yang akan menjadi teman diskusi Anda untuk menentukan apakah langkah-langkah yang Anda ambil telah tepat dan efektif. Yang akan menjadi pendamping saya adalah kepala sekolah, rekan sejawat guru dan komunitas praktisi karna dengan mereka saya mampu merefleksikan apakah sesuai dengan ketiga tersebut diatas. Demikian pemaparaan saya wassalamuaalikum warohmatullohi wabarokatuh.
Yang menjadi rencana saya ke depan dalam menjalani pengambilan keputusan yang mengandung unsur dilema etika adalah
Saya akan melakukan koordinasi dan berkolaborasi dengan menjalin hubungan baik kesemua warga sekolah yaitu dari kepala sekolah, rekan guru, tenaga kependidikan,dan murid.
Akan mengadakan sosialisasi ke semua warga sekolah termasuk juga komite, pengawas dan pihak terkait.
Akan melakukan ………………
Dalam mengukur efektivitas pengambilan keputusan yang saya ambil adalah dengan melihat hasil, revisi dari semua warga sekolah
Yang akan membantu atau mendampingi saya adalah kepala sekolah, rekan guru, dan murid.
Saya akan menerapkan pengambilan keputusan seperti ini pada lingkungan saya dengan, pada murid-murid Anda, dan pada kolega guru-guru Anda yang lain?
Kapan Anda akan menerapkannya?
No. | Tugas | Ada (A)/ Tidak Ada (TA) |
1 | Isi:Apa rencana ke depan dalam menjalani pengambilan keputusan yang mengandung unsur dilema etika? Bagaimana Anda bisa mengukur efektivitas pengambilan keputusan Anda? Siapa yang akan membantu atau mendampingi Anda? | |
2 | Isi: Bagaimana Anda akan menerapkan pengambilan keputusan seperti ini pada lingkungan Anda, pada murid-murid Anda, dan pada kolega guru-guru Anda yang lain? Kapan Anda akan menerapkannya? | |
3 | Teknis: Kejelasan suara/tulisan di video/blog naratif Anda, format apa yang akan gunakan, sudahkah Anda mengujinya/membacanya dan melihat hasilnya/membayangkan bila orang lain membaca tulisan Anda? | |
4 | Teknis: Durasi waktu/panjang tulisan, apakah sudah diuji untuk maksimal dan minimal waktu berbicara, atau apakah sudah ditinjau isi dan panjang tulisan Anda, dan kepadatan/intisari materi yang Anda ingin sampaikan? |
|
Ada 3 Prinsip Dasar Kepemimpinan yang selalu saya pegang, dan yang ini asli berasal dari dalam negeri.
Indonesia memiliki pemimpin yang baik, antara lain Ki Hajar Dewantara. Beliau adalah tokoh dan pelopor pendidikan yang mendirikan sekolah Taman Siswa pada tahun 1922.
3 Prinsip Dasar Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara adalah:
1. Ing ngarsa sung tulada. Artinya, di depan memberi teladan. Pemimpin harus menjadi contoh bagi anak buahnya.
2. Ing madya mangun karsa. Artinya di tengah membangun kehendak atau niat. Pemimpin harus berjuang bersama anak buah.
3. Tut wuri handayani. Artinya, dari belakang memberikan dorongan. Ada saatnya pemimpin membiarkan anak buah melakukan sendiri.
Ketiga prinsip tersebut, ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, perlu dilakukan sesuai dengan tingkat kepentingan.
Banyak orang melakukan kesalahan, yaitu hanya mengedepankan satu gaya kepemimpinan.
Ada pemimpin yang hanya mengutamakan leading, leading dan leading. Gaya ini baik untuk anak buah yang kurang berpengalaman, tetapi membosankan bagi mereka yang sudah berpengalaman.
Ada juga pemimpin yang hanya mengutamakan coaching, coaching dan coaching, padahal anak buahnya sendiri belum memiliki resources untuk melakukan pekerjaan. Tentu saja, tujuan tidak tercapai.
Ing ngarsa sung tulada
Sebagai pemimpin, terkadang kita perlu berdiri di depan dan memimpin pasukan. Ini penting, terutama jika pasukan kita terdiri dari orang-orang yang kurang berpengalaman. Cara paling mudah memimpin pasukan adalah menjadi teladan dan cara paling mudah menjadi teladan adalah practice what you preach. Menjalankan yang Anda khotbahkan.
Ing madya mangun karsa
Karsa artinya kemauan, kehendak atau niat. Dalam beberapa artikel, karsa sering di salah-artikan sebagai prakasa atau ide. Dan, tentu saja, karsa berbeda dengan prakarsa.
Terkadang, sebagai pemimpin, kita perlu ditengah-tengah membangun pasukan dan berjuang bersama anak buah. Biasanya, kondisi ini terjadi ketika anak buah Anda belum terlalu mengerti tugas dan kewajibannya dan mereka sedang menghadapi pekerjaan sulit. Anda pelu membiarkan mereka melakukan sendiri, tetapi dengan membangun jiwa mereka, agar semangat dan motivasi mereka tetap membara. Di tengah-tengah mereka, Anda menjadi motivator yang membangun semangat. Presiden Soekarno sangat hebat dalam hal ini.
Tut wuri handayani
Ketika pasukan Anda sudah mampu melakukan pekerjaan mereka. Kini tugas sudah lebih mudah. Anda perlu step back dan berdiri dibelakang memberikan dorongan dan coaching. Biarkan mereka bertugas dan tugas Anda, mengamati hasil pekerjaan mereka.
Memaknai Patrap Triloka di Era Digital
Ketika R. M. Suwardi Suryaningrat yang kita kenal sebagai Ki Hadjar Dewantara mendirikan Perguruan Nasional Tamansiswa (Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa) pada tahun 1922, beliau mencetuskan asas-asas pendidikan yang kerap kita kenal sebagai patrap triloka.
Patrap triloka terdiri atas tiga semboyan yang sampai saat ini menjadi panutan di dunia pendidikan Indonesia: Ing ngarso sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. Umumnya semboyan tersebut diterjemahkan menjadi “di depan memberi teladan”, “di tengah membangun motivasi”, dan “di belakang memberikan dukungan”. Setelah lebih dari sembilan dasawarsa, semboyan tersebut masih kontekstual di tengah arus globalisasi dan perkembangan teknologi digital yang sangat deras. Namun ada baiknya kita mengelaborasi kembali makna patrap triloka tersebut di masa kini. Perubahan konteks lingkungan sangat memungkinkan memunculkan pemaknaan baru terhadap suatu warisan pemikiran pendahulu kita.
Kehadiran teknologi digital melahirkan pola-pola baru di dalam masayaarakat, termasuk di dalam konteks pembelajaran. Teknologi digital menyebabkan pola hubungan antar manusia cenderung lebih egaliter. Pola baru yang muncul dengan kehadiran teknologi di dalam konteks pembelajaran dapat berupa kolaborasi antara siswa dan guru. Guru sudah tidak lagi otomatis berperan sebagai pihak yang lebih tahu dari siswa. Informasi sudah tersedia di dalam jaringan dan dapat diperoleh siapa saja yang memiliki akses terhadap Internet. Implikasinya, kebutuhan pembelajaran sudah tidak lagi bersifat perekaman informasi tetapi bergeser menjadi pengolahan informasi. Pola pembelajaran di era digital mengarah pada bagaimana memaknai informasi yang tersedia bersama-sama sehingga melahirkan pengetahuan baru.
Dalam kerangka lingkungan yang lebih egaliterian akibat kehadiran teknologi digital tersebut, setiap asas dari patrap triloka bisa kita elaborasi kembali maknanya.
§ Pertama, Ing ngarso sung tuladha bisa dimaknai dengan lebih egaliter. Sangat tepat sekali apabila seorang guru menjadi teladan karakter yang baik seperti menjadi teladan kedisiplinan, sopan santun, dan sikap mental positif. Namun alangkah lebih baik lagi bila di dalam konteks era digital yang egaliterian ini, ketika sistem pendidikan kita menuntut para siswa untuk belajar, guru dapat menjadi teladan pembelajar sepanjang hayat. Guru juga harus terus belajar tanpa henti dan menunjukkan unjuk kerja pembelajarannya kepada para siswanya.
Salah satu contoh paling mudah adalah dengan melakukan eksplorasi terhadap teknologi baru. Di dalam jaringan Internet terdapat beragam piranti lunak yang dapat digunakan untuk menciptakan lingkungan belajar yang baru dan menyenangkan, sebut saja Pinterest, Edmodo, Glogster, dll. Atau mungkin para guru perlu mencoba memanfaatkan jejaring media sosial seperti Twitter dan Facebook untuk keperluan pembelajaran. Beberapa guru mungkin memiliki resistensi dengan alasan sudah terlambat untuk mempelajari teknologi baru tersebut. Kabar baiknya, teknologi digital yang ada sekarang dirancang oleh pembuatnya agar pengguna semudah mungkin menggunakannya. Desain piranti lunak digital yang baik selalu disertai user support. Kuncinya adalah keberanian untuk mencoba hal baru dan semangat untuk menjadi teladan yang baik, sebagai pembelajar sepanjang hayat: Ing ngarso sung tuladha.
§ Yang kedua belajar mengintegrasikan teknologi digital dalam proses pembelajaran terkait dengan elaborasi pemaknaan asas patrap triloka berikutnya: Ing madya mangun karsa. Jika berbicara mengenai motivasi tentu kita dapat berbicara mengenai motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Guru sebagai pemilik otoritas umumnya berkewenangan untuk memberikan motivasi ekstrinsik. Namun dalam era digital ini, pembelajaran berjalan dengan lebih optimal apabila anak memiliki motivasi intrinsik, motivasi yang lahir, tumbuh, dan berkembang dari dalam dirinya sendiri. Pertanyaannya, bagaimana caranya membangun motivasi intrinsik siswa? Manfaatkan teknologi digital.
Teknologi digital, seperti Internet dan digital game, sudah menjadi konsumsi keseharian siswa generasi saat ini. Dengan integrasi teknologi digital di dalam proses pembelajaran, siswa mendapatkan lingkungan belajar yang sesuai dengan konteks perkembangan zaman mereka. Sebagai referensi, di Eropa dan Amerika para guru mulai menerapkan game-based learning di dalam kelas-kelas mereka. Tidak berhenti pada aktivitas menggunakan game edukasional yang tersedia, para siswa diajak untuk membuat game mereka sendiri dengan menggunakan piranti lunak bernama ‘Scratch’ yang dikembangkan oleh MIT (Massachusetts Institute of Technology). Aktivitas membuat game mengkondisikan siswa untuk menggali informasi yang dibutuhkan sesuai topik yang diberikan dan menerapkannya ke dalam game yang mereka buat. Tentang motivasi intrinsiknya, jangan ditanya, anak-anak adalah game, dan game adalah anak-anak. Tentu, para siswa tersebut sangat bersemangat.
§ Terakhir, tut wuri handayani juga dapat dielaborasi maknanya dalam konteks perkembangan teknologi digital. ‘Handayani’ berasal dari kata dasar ‘daya’. Sehingga, ‘handayani’ berarti ‘memberdayakan’ (empowering). Dalam konteks kekinian, tut wuri handayani bukan semata-mata ‘di belakang memberikan dukungan’ tetapi juga tentang bagaimana guru memberikan ruang dan kepercayaan kepada siswa. Banyaknya pandangan negatif terhadap teknologi digital adalah cermin rendahnya ruang dan kepercayaan yang diberikan kepada generasi muda saat ini. Adalah benar bahwa teknologi digital membawa sisi buruk ketika dimanfaatkan tidak pada tempatnya. Tetapi, seperti kata sebuah pepatah Cina, bukankah lebih baik kita menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan? Memberi ruang dan kepercayaan kepada siswa akan melatih siswa untuk menjaga kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Teknologi digital yang berkembang akhir-akhir ini umumnya bersifat user-generated. Artinya bahwa pengguna teknologi diberi kebebasan untuk membanjiri media yang tersedia dengan konten yang dimilikinya. Contoh yang paling mudah adalah layanan blog seperti Wordpress dan Blogspot. Ketersediaan teknologi tersebut dapat digunakan untuk memberikan panggung kepada siswa mengekspresikan apa yang telah dipelajarinya dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang memberdayakan adalah manifestasi asas patrap triloka yang menjadi slogan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan: tut wuri handayani.
Meskipun kondisi zaman telah berubah, pandangan Ki Hadjar Dewantara terhadap proses pembelajaran masih kontekstual. Ketika itu beliau menginginkan bahwa pendidikan harus dapat mencetak anak-anak yang dapat hidup tertib dan damai (orde en vrede), tumbuh secara alami (natuurlijke groei), dan menentukan nasibnya sendiri (Zelfbeschikkingsrecht). Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam patrap triloka dapat dielaborasi dan dimaknai sesuai konteks yang ada. Dengan memaknai kembali patrap triloka dan memanifestasikannya dalam proses pembelajaran, harapannya, kita dapat mewujudkan cita-cita Ki Hadjar Dewantara: pendidikan yang memerdekakan.