Kamis, 28 Desember 2023

 3.1.a.7. Demontrasi Kontekstual -Pengambilan Keputusan sebagai pemimpin pembelajaran

Jurnal Monolog

CGP Angkatan 1 Lombok Timur NTB

Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Bapak Ibu Calon Guru Penggerak!

Semoga kita semua senantiasa dalam lindungan Allah Subhanahu Wa Taala.

Pada kesempatan ini saya akan menyampaikan jurnal monolog pada modul 3.1.a.7.Demonstrasi Kontekstual  tentang “Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran pada Program Pendidikan Guru Penggerak”.

§ Untuk penerapan ini hal yang akan pertama kali saya lakukan di sekolah tempat saya adalah berkonsultasi dan berkoordinasai dengan kepala sekolah sebagaai pemangku kepentingan tentang program-program dan hal-hal baik yang ada di Program Pendidikan Guru Penggerak ini.

§ Yang kedua adalah saya akan mensosialisasikan apa saja yang akan saya lakukan termasuk bagaimana langkah-langkah dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran baik di kelas maupun di sekolah.

§ Dan yang ketiga adalah saya akan menerapkan bagaimana pengambilan keputusan serta hal-hal baik yang telah kami jalani dalam program pendidikan guru penggerak ini.

Bagaimana Anda nanti akan mentransfer dan menerapkan pengetahuan (transfer knowledge) yang Anda dapatkan di program guru penggerak ini di sekolah/lingkungan asal Anda? Pada Program Pendidikan Guru Penggerak ini banyak hal baru yang saya dapatkan, banyak pengetahuan yang membuka ruang berpikir saya, banyak peristiwa dan momen yang tak terduga saya temui, dan menyadari bahwa setiap orang memiliki potensi terbesar yang menjadi kekuatannya. Pada Program Pendidikan Guru Penggerak ini sayapun mempelajari begitu banyak transformasi pendidikan yang dicanangkan oleh Kementerian dan Kebudayaan dimana diantaranya adalah pembelajaran yang berpusat pada murid, dan bagaimana kita sebagai guru dapat mengakomodasi semua kebutuhan murid kita yang berbeda sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya.

Ada beberapa hal yang saya sampaikan pada jurnal monolog saya kali ini:

Rencana yang saya buat dalam mentransfer dan menerapkan pengetahuan yang telah saya dapatkan di Program Pendidikan Guru penggerak ini yang tentunya di lingkungan sekolah saya adalah:

· Pertama melakukan proses, memberi pemahaman dan konsep baru tentang proses pembelajaran yang berpihak pada murid dan materi lainnya yang berkaitan dengan filosofis Ki Hajar Dewantara kepada rekan sejawat dan komunitas praktisi di sekolah saya. Memotivasi mereka untuk melakukan perubahan-perubahan yang di mulai dari diri masing-masing. Aktif mensosialisasikan semua kegiatan yang sedang saya pelajari dan ikuti pada program pendidikan guru penggerak agar semua guru mengetahui segala informasi dan transformasi pendidikan yang sedang dicanangkan dan digalakkan oleh Kemendikbud. Hal yang paling penting dalam menerapkan semua yang saya peroleh dari Program Pendidikan Guru Penggerak ini adalah menentukan dan mengambil satu keputusan yang berani, tepat dan layak diterima oleh semua guru dan komunitas praktisi di sekolah.

· Yang kedua bagaimana langkah-langkah pengambilan keputusan saya nanti, disini ada 4 langkah yang saya ambil:

Ø Pertama menemukan paradigma yang akan saya gunakan dalam menentukan dilema etika yang menyertai kasus atau masalah dalam keputusan saya nanti agar saya tahu efek timbal balik dari keputusan yang saya ambil tersebut.

Ø Kedua Menetapkan prinsip dilema etika sebagai landasan berpikir saya terhadap proses pengambilan keputusan sebagai bukti alasan saya mengambil keputusan tersebut.

Ø Ketiga saya mengajukan pengujian terhadap keputusan saya agar apa yang menjadi keputusan saya nanti adalah semua keputusan yang berasal dari olah pikir saya untuk menetapkan sebuah kebijakan berdasarkan elemen-elemen berpikir yang rasional dan kontekstual dan tidak terjebak dalam dilema etika publik.

Ø Keempat mulai kapan saya akan menerapkan langkah-langkah pengambilan keputusan saya. Insayaa Allah saya akan memulainya minggu depan hari senin di minggu kedua di bulan april. Akhir siapa yang akan menjadi pendamping saya dan teman diskusi saya dalam menetapkan keputusan saya nanti. Saya akan jadikan pendamping saya pak Tasman untuk teman diskusi saya. Beliau adalah pendamping saya pada program pendidikan guru penggerak. Saya akan mengajak Pak tasman berdiskusi dalam menentukan langkah-langkah dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran yang efektif, tepat dan layak dalam komunitas sekolah maupun lingkungan saya. Terima kasih demikianlah jurnal monolog saya pada demonstrasi kontekstual. Salam dan bahagia .wassalamualaikum warohmatulloho wabarokatuh

 

 

 

 

Apa langkah-langkah awal yang akan Anda lakukan untuk memulai mengambil keputusan berdasarkan pemimpin pembelajaran?

§ Adalah yang pertama saya akan menerapkaan prinsip pengambilaan keputusaan serta paradigma dilemma dan Sembilan langkah ini paa diri saya sebagai individu, kemudian ketika saya sudah berhasil saya akaan menerapkaan paradigna dilemma etika prinsip serta 9 langkah ini di kelas yang saya mampu ketika saya sebagai pemimpin pembelajaran.

§ Yang ketiga adalaah ketika saya sudah berhasil maka saya akan terapkan dan saya akan sosialisasikan disekolah ,saya akan berbagi praktik baik dengan rekan sejawat dan komunitas praktisi yang ada di sekolah

Mulai kapan Anda akan menerapkan langkah-langkah tersebut, hari ini, esok, minggu depan, hari apa? Catat rencana Anda, sehingga Anda tidak lupa. Penerapan hal ini untuk yang pertama kali adalah saya akan menerapkan mulai dengan hari ini atau sekarang dan untuk di kelas yang saya ampu sebagai pemimpin pembelajaran mungkin sekitar 1 minggu kedepan. Kemudian pada jangka panjang di sekolah saya akan menerpkannya di pada tahun ajaran baru nanti, Siapa yang akan menjadi pendamping Anda, dalam menjalankan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran? Seseorang yang akan menjadi teman diskusi Anda untuk menentukan apakah langkah-langkah yang Anda ambil telah tepat dan efektif. Yang akan menjadi pendamping saya adalah kepala sekolah, rekan sejawat guru dan komunitas praktisi karna dengan mereka saya mampu merefleksikan apakah sesuai dengan ketiga tersebut diatas. Demikian pemaparaan saya wassalamuaalikum warohmatullohi wabarokatuh.

 

Yang menjadi rencana saya ke depan dalam menjalani pengambilan  keputusan yang mengandung unsur dilema etika adalah

Saya akan melakukan koordinasi dan berkolaborasi dengan menjalin hubungan baik kesemua warga sekolah yaitu dari kepala sekolah, rekan guru, tenaga kependidikan,dan murid.

Akan mengadakan sosialisasi ke semua warga sekolah termasuk juga komite, pengawas dan pihak terkait.

Akan melakukan ………………

Dalam mengukur efektivitas pengambilan keputusan yang saya ambil adalah dengan melihat hasil, revisi dari semua warga sekolah

Yang akan membantu atau mendampingi saya adalah kepala sekolah, rekan guru, dan murid.

Saya akan menerapkan pengambilan keputusan seperti ini pada lingkungan saya dengan, pada murid-murid Anda, dan pada kolega guru-guru Anda yang lain?

Kapan Anda akan menerapkannya? 

No.

Tugas

Ada (A)/

Tidak Ada (TA)

1

Isi:Apa rencana ke depan dalam menjalani pengambilan  keputusan yang mengandung unsur dilema etika? Bagaimana Anda bisa mengukur efektivitas pengambilan keputusan Anda? Siapa yang akan membantu atau mendampingi Anda? 

 

2

Isi: Bagaimana Anda akan menerapkan pengambilan keputusan seperti ini pada lingkungan Anda, pada murid-murid Anda, dan pada kolega guru-guru Anda yang lain? Kapan Anda akan menerapkannya?

 

3

Teknis: Kejelasan suara/tulisan di video/blog naratif Anda, format apa yang akan gunakan, sudahkah Anda mengujinya/membacanya dan melihat hasilnya/membayangkan bila orang lain membaca tulisan Anda?

 

4

Teknis: Durasi waktu/panjang tulisan, apakah sudah diuji untuk maksimal dan minimal waktu berbicara, atau apakah sudah ditinjau isi dan panjang tulisan Anda, dan kepadatan/intisari  materi yang Anda ingin sampaikan?

 

 

Ada 3 Prinsip Dasar Kepemimpinan yang selalu saya pegang, dan yang ini asli berasal dari dalam negeri.

Indonesia memiliki pemimpin yang baik, antara lain Ki Hajar Dewantara. Beliau adalah tokoh dan pelopor pendidikan yang mendirikan sekolah Taman Siswa pada tahun 1922.

3 Prinsip Dasar Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara adalah:

1. Ing ngarsa sung tulada. Artinya, di depan memberi teladan. Pemimpin harus menjadi contoh bagi anak buahnya.

2. Ing madya mangun karsa. Artinya di tengah membangun kehendak atau niat. Pemimpin harus berjuang bersama anak buah.

3. Tut wuri handayani. Artinya, dari belakang memberikan dorongan. Ada saatnya pemimpin membiarkan anak buah melakukan sendiri.

Ketiga prinsip tersebut, ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, perlu dilakukan sesuai dengan tingkat kepentingan.

Banyak orang melakukan kesalahan, yaitu hanya mengedepankan satu gaya kepemimpinan.

Ada pemimpin yang hanya mengutamakan leading, leading dan leading. Gaya ini baik untuk anak buah yang kurang berpengalaman, tetapi membosankan bagi mereka yang sudah berpengalaman.

Ada juga pemimpin yang hanya mengutamakan coaching, coaching dan coaching, padahal anak buahnya sendiri belum memiliki resources untuk melakukan pekerjaan. Tentu saja, tujuan tidak tercapai.

 

Ing ngarsa sung tulada

Sebagai pemimpin, terkadang kita perlu berdiri di depan dan memimpin pasukan. Ini penting, terutama jika pasukan kita terdiri dari orang-orang yang kurang berpengalaman. Cara paling mudah memimpin pasukan adalah menjadi teladan dan cara paling mudah menjadi teladan adalah practice what you preach. Menjalankan yang Anda khotbahkan.

 

Ing madya mangun karsa

Karsa artinya kemauan, kehendak atau niat. Dalam beberapa artikel, karsa sering di salah-artikan sebagai prakasa atau ide. Dan, tentu saja, karsa berbeda dengan prakarsa.

Terkadang, sebagai pemimpin, kita perlu ditengah-tengah membangun pasukan dan berjuang bersama anak buah. Biasanya, kondisi ini terjadi ketika anak buah Anda belum terlalu mengerti tugas dan kewajibannya dan mereka sedang menghadapi pekerjaan sulit. Anda pelu membiarkan mereka melakukan sendiri, tetapi dengan membangun jiwa mereka, agar semangat dan motivasi mereka tetap membara. Di tengah-tengah mereka, Anda menjadi motivator yang membangun semangat. Presiden Soekarno sangat hebat dalam hal ini.

 

Tut wuri handayani

Ketika pasukan Anda sudah mampu melakukan pekerjaan mereka. Kini tugas sudah lebih mudah. Anda perlu step back dan berdiri dibelakang memberikan dorongan dan coaching. Biarkan mereka bertugas dan tugas Anda, mengamati hasil pekerjaan mereka.

Memaknai Patrap Triloka di Era Digital

Ketika R. M. Suwardi Suryaningrat yang kita kenal sebagai Ki Hadjar Dewantara mendirikan Perguruan Nasional Tamansiswa (Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa) pada tahun 1922, beliau mencetuskan asas-asas pendidikan yang kerap kita kenal sebagai patrap triloka.

Patrap triloka terdiri atas tiga semboyan yang sampai saat ini menjadi panutan di dunia pendidikan Indonesia: Ing ngarso sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. Umumnya semboyan tersebut diterjemahkan menjadi “di depan memberi teladan”, “di tengah membangun motivasi”, dan “di belakang memberikan dukungan”. Setelah lebih dari sembilan dasawarsa, semboyan tersebut masih kontekstual di tengah arus globalisasi dan perkembangan teknologi digital yang sangat deras. Namun ada baiknya kita mengelaborasi kembali makna patrap triloka tersebut di masa kini. Perubahan konteks lingkungan sangat memungkinkan memunculkan pemaknaan baru terhadap suatu warisan pemikiran pendahulu kita.

Kehadiran teknologi digital melahirkan pola-pola baru di dalam masayaarakat, termasuk di dalam konteks pembelajaran. Teknologi digital menyebabkan pola hubungan antar manusia cenderung lebih egaliter. Pola baru yang muncul dengan kehadiran teknologi di dalam konteks pembelajaran dapat berupa kolaborasi antara siswa dan guru. Guru sudah tidak lagi otomatis berperan sebagai pihak yang lebih tahu dari siswa. Informasi sudah tersedia di dalam jaringan dan dapat diperoleh siapa saja yang memiliki akses terhadap Internet. Implikasinya, kebutuhan pembelajaran sudah tidak lagi bersifat perekaman informasi tetapi bergeser menjadi pengolahan informasi. Pola pembelajaran di era digital mengarah pada bagaimana memaknai informasi yang tersedia bersama-sama sehingga melahirkan pengetahuan baru.

Dalam kerangka lingkungan yang lebih egaliterian akibat kehadiran teknologi digital tersebut, setiap asas dari patrap triloka bisa kita elaborasi kembali maknanya.

 

§ Pertama, Ing ngarso sung tuladha bisa dimaknai dengan lebih egaliter. Sangat tepat sekali apabila seorang guru menjadi teladan karakter yang baik seperti menjadi teladan kedisiplinan, sopan santun, dan sikap mental positif. Namun alangkah lebih baik lagi bila di dalam konteks era digital yang egaliterian ini, ketika sistem pendidikan kita menuntut para siswa untuk belajar, guru dapat menjadi teladan pembelajar sepanjang hayat. Guru juga harus terus belajar tanpa henti dan menunjukkan unjuk kerja pembelajarannya kepada para siswanya.

Salah satu contoh paling mudah adalah dengan melakukan eksplorasi terhadap teknologi baru. Di dalam jaringan Internet terdapat beragam piranti lunak yang dapat digunakan untuk menciptakan lingkungan belajar yang baru dan menyenangkan, sebut saja Pinterest, Edmodo, Glogster, dll. Atau mungkin para guru perlu mencoba memanfaatkan jejaring media sosial seperti Twitter dan Facebook untuk keperluan pembelajaran. Beberapa guru mungkin memiliki resistensi dengan alasan sudah terlambat untuk mempelajari teknologi baru tersebut. Kabar baiknya, teknologi digital yang ada sekarang dirancang oleh pembuatnya agar pengguna semudah mungkin menggunakannya. Desain piranti lunak digital yang baik selalu disertai user support. Kuncinya adalah keberanian untuk mencoba hal baru dan semangat untuk menjadi teladan yang baik, sebagai pembelajar sepanjang hayat: Ing ngarso sung tuladha.

 

§ Yang kedua belajar mengintegrasikan teknologi digital dalam proses pembelajaran terkait dengan elaborasi pemaknaan asas patrap triloka berikutnya: Ing madya mangun karsa. Jika berbicara mengenai motivasi tentu kita dapat berbicara mengenai motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Guru sebagai pemilik otoritas umumnya berkewenangan untuk memberikan motivasi ekstrinsik. Namun dalam era digital ini, pembelajaran berjalan dengan lebih optimal apabila anak memiliki motivasi intrinsik, motivasi yang lahir, tumbuh, dan berkembang dari dalam dirinya sendiri. Pertanyaannya, bagaimana caranya membangun motivasi intrinsik siswa? Manfaatkan teknologi digital.

Teknologi digital, seperti Internet dan digital game, sudah menjadi konsumsi keseharian siswa generasi saat ini. Dengan integrasi teknologi digital di dalam proses pembelajaran, siswa mendapatkan lingkungan belajar yang sesuai dengan konteks perkembangan zaman mereka. Sebagai referensi, di Eropa dan Amerika para guru mulai menerapkan game-based learning di dalam kelas-kelas mereka. Tidak berhenti pada aktivitas menggunakan game edukasional yang tersedia, para siswa diajak untuk membuat game mereka sendiri dengan menggunakan piranti lunak bernama ‘Scratch’ yang dikembangkan oleh MIT (Massachusetts Institute of Technology). Aktivitas membuat game mengkondisikan siswa untuk menggali informasi yang dibutuhkan sesuai topik yang diberikan dan menerapkannya ke dalam game yang mereka buat. Tentang motivasi intrinsiknya, jangan ditanya, anak-anak adalah game, dan game adalah anak-anak. Tentu, para siswa tersebut sangat bersemangat.

 

§ Terakhir, tut wuri handayani juga dapat dielaborasi maknanya dalam konteks perkembangan teknologi digital. ‘Handayani’ berasal dari kata dasar ‘daya’. Sehingga, ‘handayani’ berarti ‘memberdayakan’ (empowering). Dalam konteks kekinian, tut wuri handayani bukan semata-mata ‘di belakang memberikan dukungan’ tetapi juga tentang bagaimana guru memberikan ruang dan kepercayaan kepada siswa. Banyaknya pandangan negatif terhadap teknologi digital adalah cermin rendahnya ruang dan kepercayaan yang diberikan kepada generasi muda saat ini. Adalah benar bahwa teknologi digital membawa sisi buruk ketika dimanfaatkan tidak pada tempatnya. Tetapi, seperti kata sebuah pepatah Cina, bukankah lebih baik kita menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan? Memberi ruang dan kepercayaan kepada siswa akan melatih siswa untuk menjaga kepercayaan yang diberikan kepadanya.

Teknologi digital yang berkembang akhir-akhir ini umumnya bersifat user-generated. Artinya bahwa pengguna teknologi diberi kebebasan untuk membanjiri media yang tersedia dengan konten yang dimilikinya. Contoh yang paling mudah adalah layanan blog seperti Wordpress dan Blogspot. Ketersediaan teknologi tersebut dapat digunakan untuk memberikan panggung kepada siswa mengekspresikan apa yang telah dipelajarinya dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang memberdayakan adalah manifestasi asas patrap triloka yang menjadi slogan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan: tut wuri handayani.

 

Meskipun kondisi zaman telah berubah, pandangan Ki Hadjar Dewantara terhadap proses pembelajaran masih kontekstual. Ketika itu beliau menginginkan bahwa pendidikan harus dapat mencetak anak-anak yang dapat hidup tertib dan damai (orde en vrede), tumbuh secara alami (natuurlijke groei), dan menentukan nasibnya sendiri (Zelfbeschikkingsrecht). Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam patrap triloka dapat dielaborasi dan dimaknai sesuai konteks yang ada. Dengan memaknai kembali patrap triloka dan memanifestasikannya dalam proses pembelajaran, harapannya, kita dapat mewujudkan cita-cita Ki Hadjar Dewantara: pendidikan yang memerdekakan.

 3.1.a.6. Refleksi Terbimbing

Nama: Nurul Suhartini

CGP Angkatan 1 Lombok Timur 3

Pertanyaan-pertanyaan berikut merupakan panduan yang digunakan dalam sesi refleksi. 

Bagaimana/sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Pemahaman saya tentang konsep-konsep yang telah saya pelajari di modul ini, yaitu tentang:

Jawaban:
Pemahaman saya tentang dilema etika adalah situasi yang terjadi ketika seseorang harus memilih antara dua pilihan dimana kedua pilihan secara moral benar tetapi bertentangan. Sedangkan bujukan moral adalah Situasi yang terjadi ketika seseorang harus membuat keputusan antara benar atau salah. Dilema Etika adalah hal berat yang harus dipilih dari waktu ke waktu.Ketika kita menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup yang disebut sebagai paradigm dalam pengambilan keputusan. Secara umum paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika ada 4 seperti di bawah ini: 

1. Individu lawan masayaarakat (individual vs community)

2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term) 

 

Prinsip pengambilan keputusan ada tiga, yaitu

1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking) ditentukan dengan konsekuensi atau hasil dari suatu tindakan.

2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) menentukan keputusan berdasarkan peraturan yang telah dibuat

3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking) prinsipnya “Lakukan kepada orang lain seperti yang Anda ingin mereka lakukan kepada Anda". Dengan kepedulian terhadap sesama kita akan menjadi lebih peka dan bersimpati.

Sembilan langkah pengujian dan pengambilan keputusan

1. Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini.

2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini. 

3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

4. Pengujian benar atau salah, yang meliputi uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan Koran, uji panutan/idola.

5. Pengujian paradigma benar lawan benar

6. Melakukan prinsip resolusi

7. Investigasi opsi trilema

8. Buat keputusan

9. Lihat lagi keputusan dan refleksikan

Hal-hal yang menurut saya di luar dugaan adalah keputusan tersebut diambil dari sudut pandang siapa akan berbeda dalam setiap kasusnya.

 

Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran dalam situasi moral dilema? Kalau pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Jawaban:

sebelum mempelajari modul ini seringkali saya sebagai guru mengalami dilema terhadap berbagai situasi sulit di sekolah. Saya sudah mengambil keputusan yang kiranya efektif dan baik bagi saya selaku orang yang mengalami dilema dan baik bagi orang lain yang terkait dengan situasi yang saya alami. Namun dengan mempelajari modul ini saya menjadi tahu  bahwa terdapat Sembilan langkah untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengujian dan pengambilan keputusan yang harus saya pikirkan matang-matang dan temukan jawabannya dari situasi saya. 

Sembilan langkah pengujian dan pengambilan keputusan itu terdiri dari:

1. Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini.

2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini. 

3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

4. Pengujian benar atau salah, yang meliputi uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan Koran, uji panutan/idola.

5. Pengujian paradigma benar lawan benar

6. Melakukan prinsip resolusi

7. Investigasi opsi trilema

8. Buat keputusan

9. Lihat lagi keputusan dan refleksikan

 

Bagaimana dampak mempelajari materi ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Jawaban: 

sebelumnya saya kurang memperhitungkan paradigma apa yang terjadi dalam dilema saya setelah saya belajar modul dampaknya saya menyadari apa pentingnya mengidentifikasi paradigma, ini bukan hanya mengelompokkan permasalahan namun membawa penajaman pada fokus kenyataan bahwa situasi saya, bahwa ini betul-betul mempertentangkan antara dua nilai-nilai inti kebajikan yang sama-sama penting bagi saya. Perubahan yang terjadi pada cara saya mengambil keputusan adalah mengenali terlebih dahulu apa masalahnya?, masalah siapa ini? Paradigma apa yang terjadi dalam situasi ini?. sebelum mengambil keputusan saya berpikir menggunakan tiga prinsip pengambilan keputusan,   dan Sembilan langkah pengambilan keputusan. 

Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin pembelajaran?

Jawaban:
Saya sebagai guru, merupakan pemimpin pembelajaran bagi murid dan  bagian dari stakeholder di sekolah. Akan banyak situasi disekolah yang akan terselesaikan dengan efektif setelah mengetahui dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. 

Keberhasilan seorang pemimpin dalam mengemban salah satu tugas tersulit, yaitu mengambil suatu keputusan yang efektif. Keputusan-keputusan ini, secara langsung atau tidak langsung bisa menentukan arah dan tujuan institusi atau lembaga tempat saya menjalankan tugas keprofesian saya.

Terima Kasih

 


  3.1.a.7. Demontrasi Kontekstual -Pengambilan Keputusan sebagai pemimpin pembelajaran Jurnal Monolog CGP Angkatan 1 Lombok Timur NTB Assala...